Wednesday, June 24, 2009

Lukisan yang Besar

Sebenernya aku punya sebuah keinginan, yang cuma disimpan dalam hati tapi terus terngiang-ngiang dan terus kubawa dalam doa.
Aku ingin lulus dapet nilai TA yang bagus, lulus dengan IPK bagus. Salah satunya supaya Pa-Ma ku bisa bangga, tapi yang terutama, karena aku ingin bisa menyatakan kalo aku bisa karena anugerah dari Dia.

Makanya hari ini kecewa luar biasa ketika sidang gak berjalan sesuai yang kubayangkan.

Terus terang, aku merasa udah berusaha sangat optimal dan udah nyiapin diri buat sidang sebaik mungkin. Aku juga udah menyiapkan hati buat menerima berbagai masukan dari dosen penguji nantinya.

Tapi ternyata semuanya terjadi gak sesuai harapan. Harusnya salah satu penguji adalah dosen pembimbing, tapi ini nggak ada dosen pembimbingku. Padahal si dosen pembimbing itu juga sebenernya nggak ngapa-ngapain dan ada di kampus. Padahal juga, aku udah komplain ke penyusun jadwal sidang, supaya aku bisa disidang dosen pembimbing.

Sekedar info, salah satu 'fungsi' dosen pembimbing di sidang adalah sebagai 'pembela' yang ngebantu arahin jawaban aku (yang disidang) kalo kita mentok atau kebingungan, soalnya mereka kan yang udah bener-bener ikutin perkembangan karya kita, dan mereka juga yang udah meng-ACC setiap proses pembuatan karya.

Dan ternyata, dosen-dosen penguji ini punya pendapat yang beda dengan dosen pembimbing maupun dosen pengujiku waktu sidang konsep dan visual. Banyak hal yang sifatnya cukup fundamental jadi dipertanyakan. Padahal ini hal-hal mendasar yang udah terlelbih dahulu lewat proses riset dan persetujuan dosen pembimbing dan penguji sidang konsep dan visual.

Jadi kecewa, merasa dipecundangi keadaan.

Merasa udah melakukan yang terbaik, merasa udah menyiapkan sesiap mungkin, tapi terserang karena keadaan.

Kecewa, karena target nilai yang ingin kucapai sepertinya melayang begitu aja. Keinginan yang kusebutkan di awal sepertinya sulit diraih.

Tapi sebenar-benarnya, hasil akhir lulus atau nggak, plus nilainya baru keluar nanti di tanggal 10 Juli. Dan selama proses Tugas Akhir ini, aku banyak diajarkan-Nya untuk mempercayakan segala sesuatu sama Dia sekalipun nampak nggak mengenakkan. Segala sesuatu yang keliatan jelek ternyata berakhir super indah. (baca posting sebelum ini)

Dengan pemahaman ini, aku berdoa supaya bisa beriman kepada rancangan Tuhan yang indah. Indah bukan berarti aku mendapat apa yang aku harapkan, tapi ketika aku bisa memuliakan Tuhan. Mungkin aku bisa lebih memuliakan Tuhan, bisa menjadi berkat bagi banyak orang, bukan ketika aku mendapat apa yang aku harapkan, tapi ketika aku justru nggak mengharapkannya.

Who knows?

Yang jadi penghiburan adalah sebuah iman bahwa sidang ini, kekecewaan ini hanyalah titik kecil dalam sebuah lukisan yang besar, lukisan kehidupanku. sebuah titik tak beraturan berwarna abu-abu mungkin terlihat buruk rupa, tapi dalam sebuah lukisan yang besar, titik itu adalah bagian dari gambaran tulang-tulang daun yang hijau dan indah.

Saturday, June 13, 2009

Senang senang tralala

Setelah bekerja belasan jam, nyaris nonstop, secangkir kopi pekat, sebungkus toge goreng, hiburan dari TV yang nyala nyari 24 jam, serta tiga jam tidur.

Setelah setangkup roti bakar, momen nyetir sendirian yang menyenangkan, tempat parkir yang super strategis, aku sekarang sedang menunggu di tempat digital printing. Ya, menunggu Datuk Maringgih-ku.

Setelah perjuangan (dan per'santai'an) berbulan-bulan (nyaris 7 bulan kalo dipikir-pikir) akhir dari bab kehidupanku yang ini udah di depan mata.

Satu hal utama yang kupelajari:
Pacar pertamaku bener-bener bekerja tepat pada waktunya dan Dia sungguh tau apa yang aku butuh lebih daripada diriku sendiri.




Ia memberiku dosen pembimbing yang tidak aku harapkan, tapi ternyata dia sangat kritis, dan karena kritisnya banyak yang takut kalo disidang sama dia. Tapi karena dia pembimbing utamaku, dia uda banyak mempersiapkan aku ini dan itu.

Ia memberiku kesempatan untuk kenal sama banyak temen-temen DKV melalui TA ini. yang tadinya jarang ketemu, gak pernah ngobrol karena ga pernah sekelas, sekarang seolah semuanya jadi teman seperjuangan, sehati, dan saling dukung.

Ia menunjukkan betapa banyaknya orang yang peduli dan sayang sama aku.

Ia kasih jadwal sidang visual di hari terakhir (yang awalnya bikin buuueeeeeteeee) tapi ternyata Dia tahu kalo aku pada akhirnya memang baru bisa kelarin tanggal segitu.

Ia kasih kejutan manis buat sahabatku (yang juga lagi tugas akhir), di saat-saat terakhir, namun sangat tepat waktu.

Terlalu banyak...

Kadang kita gak percaya, kadang kita lupa.
Kadang kita pikir hanya kita yang paling mengenal diri kita.
Kadang rancangan-Nya keliatan menyakitkan
Sampai kita sulit menerima
Tapi satu hal yang kelihatan klise, tapi benar adanya
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.

Tuesday, June 9, 2009

Orang dan Barang

Kalau ditanya mana yang lebih penting:
Orang atau Barang?

Pasti semua makhluk di bumi (yang masi normal) dengan cepat dan yakinnya ngejawab: Orang.

Tapi gimana kalo ponakan yang masih kecil dan bandel luar biasa minta main games di laptop kesayangan penuh data penting? Ijinin atau nggak? Atau ijinin dengan kurang rela, lengkap dengan petuah-petuah "Cuci tangan dulu! Eh jangan pegang ini! Eh jangan gitu pakenya, nanti rusak! Eh...gini...eh gitu...."

Lebih pengen ponakan bisa main games sekalian belajar pake komputer atau lebih takut laptop baret-baret?

Yang mana orang, yang mana barang?

Atau waktu buku yearbook, buku berharga semasa SMA, dipinjam adik. Buku itu jatoh dengan gak sengaja, dan dia cuma menahannya dengan memegang satu halaman, yang akhirnya bikin halaman itu sobek.

Lebih pengen adik nggak terlalu merasa bersalah dengan menenangkan dan memaafkan dia, atau lebih pengen ngomel-ngomel dan menyesal udah minjemin yearbook itu ke dia?

Yang mana orang, yang mana barang?

Atau ketika punya mobil baru dan hari itu harus menjemput sepupu dari SD-nya. Sebelum dia naik, berbagai peringatan keluar dari mulut, "Ini mobil baru, jangan gini...jangan gitu.... jangan pegang ini....jangan pegang itu...." sampe si sepupu cuma bisa duduk dengan tegang, nggak berani menyentuh apa-apa padahal sebenernya dia pengen tanya macam2 tentang mobil barumu.

Lebih pengen sepupu ceria dan bisa cerita dan tanya macam-macam atau lebih pengen mobil baru (yang dalam 365 hari ke depan gak jadi mobil baru lagi) tetap seperti sedia kala selama mungkin?

Yang mana orang, yang mana barang?

Seringkali mudah kita menyatakan lebih penting orang daripada barang. Tapi seringkali juga secara ga sadar, kita lebih sayang barang daripada orang. Dan seringkali ini terjadi ke anak-anak di sekitar kita, anak, ponakan, sepupu, adik, dsb.

Kasus-kasus di atas beneran terjadi (dengan sedikit adaptasi cerita). Dan para 'pelaku'nya bukanlah orang-orang yang gak peduli. Mereka adalah orang-orang dewasa yang sesungguhnya sangat menyayangi anak-anak itu.

Tapi terkadang orang dewasa yang sangat pengasih juga lupa akan nilai sesungguhnya dari benda yang dianggap sangat berharga. Dan lupa betapa itu sangat gak sebanding dengan betapa berharganya jiwa-jiwa kecil yang haus kasih sayang, yang sebenarnya cuma ingin mendapatkan perhatian dan pengertian akan kretifitas mereka.



Tulisan ini terinspirasi dari The Last Lecture by Randy Pausch.
Dia seorang suami, ayah tiga anak, perancang beberapa wahana di Disneyland, yang di usia muda menerima vonis hidupnya tinggal 3-6 bulan karena kanker pankreas yang menggerogotinya. Setelah vonis tersebut, iya memutuskan menjalani hidupnya dengan lebih optimal, salah satunya dengan memberi 'kuliah' tentang kehidupan dan meraih mimpi. (bisa temen-temen search di google atau youtube)

Dia menyebutkan banyak hal yang inspiratif dan salah satunya menginspirasi penulisan posting ini.